Swara Adhyaksa

Swara Adhyaksa

Sabtu, 13 Februari 2010

LORONG GELAP BANSOS

Korupsi Bansos Di Jateng Capai Rp 6,2 M
Lorong Gelap Dana Bansos

Sejak kasus penyimpangan dana bansos mencuat awal 2009 silam, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah ‘kebanjiran’ kasus yang merata hampir di semua Kejaksaan Negeri maupun Cabjari se Jawa Tengah.
Meski diakui oleh kejaksaan bahwa menggali informasi seputar penyimpangan dana bantuan sosial ini memang tak mudah, karena begitu banyaknya lembaga penerima bantuan gubernur ini. Dan, begitu rumitnya mengurai alur dana bantuan sosial yang mengalir di provinsi ini, penyelidikan yang dilakukan ‘laskar’ Adhyaksa seperti tengah masuk dalam lorong gelap yang panjang.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah, Drs Salman Maryadi, SH mengungkapkan, kerugian negara akibat penyimpangan dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 2009 ditaksir mencapai Rp 6,2 miliar lebih.
"Berdasarkan data yang ada di Kejati, terdapat 53 perkara penyimpangan dana bansos. Saat ini ada 13 perkara dalam tahap penyelidikan dan sisanya masuk dalam tahap penyidikan yang beberapa di antaranya sudah ada yang dinaikkan tahapannya ke tahap penuntutan," katanya saat menjadi salah satu pembicara pada seminar ‘Upaya Pembenahan Penyaluran Dana Bantuan Sosial Menuju Masyarakat Jateng Sejahtera (Bedah Korupsi Serentak Bansos)’ di Novotel Semarang, Kamis (3/12).
Dalam seminar yang dipandu pakar ilmu hukum Universitas 11 Maret Surakarta Isharyanto SH MH juga menghadirkan Koordinator Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng Jabir Alfaruqqi, Wakil Ketua DPRD Jateng Fikri Faqih, dan Sekretaris Daerah Pemprov Jateng Hadi Prabowo.
Kajati mengungkapkan, angka kerugian korupsi bansos terus bergulir. Sebab tiap waktu bisa saja laporan masyarakat bisa saja masuk ke kejaksaan. Dia berujar, hal itu ironis, sebab bansos itu semestinya untuk kesejahteraan masyarakat namun malah terjadi penyelewengan-penyelewengan secara massif di Jawa Tengah.
Ditambahkannya, permasalahan bansos ini merupakan hal yang spesifik karena sasarannya langsung kepada masyarakat yang ada di pedesaan sehingga perlu dicari solusi permasalahan dan upaya-upaya pencegahan yang bersifat preventif agar jangan sampai terjadi tindak pidana korupsi terhadap bansos.
Kajati mengatakan, untuk jumlah tersangka dalam perkara bansos yang saat ini ditangani pihaknya belum dapat dipastikan. "Namun yang jelas jumlahnya lebih dari 40 tersangka karena dalam satu berkas terdapat tersangka yang berjumlah dua orang," ujarnya.
Pada umumnya, jelas Kajati, para tersangka penyimpangan dana bansos menggunakan beberapa modus operandi antara lain dengan melakukan pemotongan dana bansos dalam jumlah tertentu setelah diterima pemohon, mengajukan bansos tapi objeknya tidak ada, memalsukan data serta mengurangi jumlah dana bansos yang seharusnya diterima atau digunakan dalam pekerjaan tertentu dan pengurangan pekerjaan sehingga tak sesuai bestek.
Pada akhir seminar, Kajati memberikan solusi yang dianggap terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk penyimpangan dana bansos yang disalurkan kepada masyarakat yaitu dengan membuat suatu sistem aturan yang dapat menutup celah-celah korupsi bansos.
"Selain itu juga perlu melibatkan peran masyarakat dan membentuk tim verifikasi independen yang bertugas mengawasi mulai dari tahap pengajuan permohonan, penerimaan, sampai pelaporan realisasi dana bansos di lapangan," katanya
BANYAK CELAH
Sementara itu, Hadi Prabowo, Sekda Provinsi Jawa Tengah, menyoroti mekanisme dan pencairan dana bansos yang pada penyalurannya diakui masih banyak celah-celah penyimpangan.
”Dari mekanisme sampai dengan pencairannya sebenarnya sudah dibuat sistematis untuk menutup celah-celah penyimpangan namun setelah pelaksanaannya muncul beberapa masalah terutama dari segi pengelolaan,” katanya.
Masalah-masalah itu adalah sasaran bansos yang terlalu besar dengan berbagai bidang, kesepakatan dengan anggota dewan mengenai standar pembiayaan, dan tim verifikasi hanya memeriksa pada sistem sehingga menjadi celah penyimpangan.
Dia juga mengisyaratkan dengan banyaknya penyimpangan dana bansos itu, anggaran bansos tahun 2010 kemungkinan akan dikurangi hingga 50 persen dibandingkan tahun 2009. "Kami berharap pengurangan tersebut bisa mengubah pola pikir masyarakat agar tidak terlalu menggantungkan dana bansos. Bila tidak dikurangi, kami khawatir masyarakat tidak mandiri," ujarnya.
POLITISASI BANSOS
Sementara Jabir Alfaruqqi, Ketua KP2KKN Jateng, lebih berbicara pada pengawasan dan pencegahan korupsi dana bansos karena pemerintah tidak punya desain yang jelas dan hanya menunggu permintaan dari masyarakat.
Jabir menjelaskan, dengan sistem yang ada di Pemprov Jateng saat ini, penindakan yang dilakukan kejaksaan selama 2009 terhadap penyimpangan dana bansos 2008 belum tentu dapat melenyapkan kasus penyelewengan itu pada tahun-tahun mendatang.
”Padahal kalau memang sudah didesain dengan baik dan rinci maka dari tahun ke tahun dana bansos dapat dikurangi jumlahnya,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, perlu dibuat suatu pusat data untuk mengakumulasi kebutuhan tersebut dan memberikan jaminan kepastian hukum serta memberi perlindungan terhadap saksi dalam perkara korupsi bansos.
Jabir juga menyoroti akses ‘markus’ ternyata lebih diminati masyarakat dalam pengajuan permohonan bansos. “Ini lantaran banyak masyarakat melihat bahwa pengajuan tanpa melalui ‘markus’ seringkali menemui jalan buntu.cKondisi ini juga diperparah dengan adanya politisasi bansos oleh sebagian angoota dewan, terutama saat awal jabatan atau menjelang pemilu legislatif.”
Sedangkan, Fikri Faqih menganggap hal tersebut bukan merupakan wewenang DPRD melainkan sudah wewenang eksekutif. Wakil Ketua DPRD Jateng tersebut menegaskan komitmen kalangan dewan dalam ikut berpartisipasi menekan praktik korupsi bansos.
Namun agar langkah tersebut mulus, menurut politisi PKS ini perlu adanya kepercayaan terhadap dewan yang baru dilantik pada awal September lalu.
”Kalau yang kemarin ada biarlah itu jadi catatan kita. Yang pasti berilah trust bagi anggota dewan yang baru ini,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng Mochtar Husein, yang menjadi narasumber menambahkan, praktik penyunatan bansos di Jateng mayoritas melibatkan pihak ketiga. "Kami melihat tidak ada tata cara untuk mencegah agar hal itu tidak terjadi. Akibatnya, bansos itu memang rawan penyimpangan," tuturnya.franky/marni-kie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar